Tuesday, 02 July 2013 06:37 |
SEJARAH HORTIKULTURA
Hortikultura berasal dari kata latin “hortus”, yang berarti kebun atau pekarangan dan “colere” yang berarti membudidayakan, sehingga arti Hortikultura dalam arti luas sebagai kegiatan budidaya tanaman yang dilakukan di dalam lingkup pekarangan. Sebagian kegiatan itu terkait dengan kegemaran, kesenian serta usaha untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sendiri. Baru kemudian hortikultura berkembang menjadi usaha yang bersifat komersial.
Pada awalnya dinegeri barat, hortikultura dikembangkan untuk membedakannya dengan budidaya tanaman yang diusahakan dalam bentuk ladang, atau yang biasa disebut “field crops”. Namun dalam perkembangnya, budidaya hortikultura juga dilakukan dalam kebun yang lebih luas atau dalam bentuk “orchad”, dengan lahan yang luas dan penerapan teknologi mekanisme modern.
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor penting dalam pembangunan pertanian. Secara garis besar, komoditas hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits), tanaman berkhasiat obat (medicinal palants), tanaman hias (ornamental plants) termasuk didalamnya tanaman air, lumut dan jamur yang dapat berfungsi sebagai sayuran, tanaman obat atau tanaman hias.
Saat ini kebun hortikultura di berbagai Negara dapat mencapai ratusan bahkan ribuan hektar. Di Indonesia, contoh seperti ini juga bisa kita lihat, misalnya dalam bentuk kebun pisang dan nenas yang dikelola sebuah perusahaan swasta di Lampung, atau kebun mangga milik sebuah BUMN di Majalengka.
Hingga saat ini masih terdapat perbedaan pandangan soal pengelompokan komoditas hortikultura antara di Indonesia dengan berbagai Negara lainnya di dunia. Ubi kayu, ubi jalar dan talas – misalnya, di Indonesia dianggap sebagai tanaman pangan, namun di beberapa Negara lain dianggap sebagai komoditas hortikultura.
Di Indonesia jagung dan kedelai termasuk dalam kelompok tanaman pangan. Namun lainnya halnya dengan jagung manis dan kedelai edamame, yang dikategorikan sebagai tanaman hortikultura. Di sisi lain, rosella yang bunga dan buahnya dimanfaatkan sebagai bahan berkhasiat obat, masuk dalam kategori tanaman perkebunan.
Di Indonesia bit merupakan tanaman sayuran, meski di beberapa Negara termasuk tanaman industri dan merupakan sumber gula yang penting. Di Indonesia pengusahaan bit sebagai bahan baku gula baru dalam tahap inisiasi.
Secara umum, komoditas hortikultura memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan pembudidayaannya memerlukan curahan tenaga intensif dengan keterampilan yang tinggi. Oleh karena itu tanaman hortikultura sangat cocok untuk diusahakan pada kondisi kepemilikan lahan yang sempit seperti di Indonesia. Di berbagai Negara hortikultura telah berperan nyata dalam mempercepat pengentasan masyarakat petani dari kemiskinan, menciptakan lapangan kerja dan mendorong invetasi di pedesaan.
Ciri lain yang sangat penting dari komoditas hortikultura adalah sifat bahannya yang cepat mengalami pembusukan, padahal produk hortikultura bernilai sangat tinggi pada kondisi segar. Hal ini menyebabkan produk hortikultura harus segera dijual setelah panen, kecuali kalau ada teknologi penyimpanan yang dapat menunda penjualannya.
Kombinasi antara kepemilikan lahan yang sempit dan terpencar, serta sifat produk yang mudah busuk itu membuat posisi tawar petani dalam penentuan harga produk menjadi lemah. Mereka sering terpaksa menjual produknya dengan harga murah. Sifat lainnya dari produk hortikultura adalah memakan tempat (voluminous) sehingga memerlukan cara penanganan, pengemasan, pengangkutan dan pengelaran secara khusus.
Perkembangan agribisnis hortikultura diikuti pula dengan berkembangnya berbagai cabang usaha, baik di hulu, di tengah dan di hilirnya. Hortikultura juga berkembang menjadi berbagai kegiatan yang terkait dengan kegemaran (hobby) dan seni. Hortikultura menjadi bagian penting dari berbagai kegiatan masyarakat yang bersifat social, budaya dan pariwisata. Dengan kenyataan itu, kini hortikultura bukan hanya sekedar tanaman atau produk, melainkan sudah merupakan kultur. Hortikultura bukan hanya sekedar budidaya tetapi sudah menjadi budaya.
Berbagai kenyataan yang berlangsung di tengah masyarakat tersebut membuktikan bahwa hortikultura kian berkembang pesat dan menjadi pilihan usaha. Keragaman hortikultura sebagai usaha dan sumber pendapatan keluarga tercermin dari sumbangannya dalam pendapatan keluarga. Ada yang bersifat untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, usaha sambilan sampai dengan usaha bisnis secara serius dan professional.
Pada lahan pekarangan di pedesaan, banyak usaha hortikultura yang menjadi tumpuan kebutuhan hidup sehari-hari dan dikerjakan secara sambilan. Gerakan pemanfaatan pekarangan untuk tanaman berkahasiat obat (apotik hidup) serta buah-buahan dan sayuran (sebagai warung hidup), pernah menjadi salah satu program pemerintah. Disamping itu, usaha produksi maupun jual beli serta penyediaan sarana dan jasa hortikultura, pun telah menjadi tumpuan sumber pendapatan bagi segmen masyarakat tertentu.
Bahkan dewasa ini, cukup banyak masyarakat yang melakukan kegiatan budidaya hortikultura di atao-atap bangunan (roof culture) atau dalam panel vertical (verticulture). Tampaknya tren tersebut juga sudah menjadi bagian dari gerakan penghijauan kota.
Pemerintah Indonesia mengelola sektor Hortikultura melalui Direktorat Jenderal Hortikultura Kementeria Pertanian RI. Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 299/Kpts/OT.140/7/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian maka Direktorat Jenderal Hortikultura mempunyai :
Tugas : Merumuskan serta melaksanakan Kebijakan dan Standarisasi Teknis di Bidang Hortikultura.
Fungsi :
Dalam rangka menyelenggarakan fungsinya, Direktorat Jenderal Hortikultura mempunyai Susunan Organisasi yang terdiri dari :
|
Dasar Hortikultura
Rabu, 15 Januari 2014
sejarah hortikultura
media persemaian untuk tanaman hortikultura
Media persemaian adalah tempat untuk menumbuhkan benih atau biji menjadi bibit tanaman yang siap untuk dipindahkan ke lapangan. Ada banyak tanaman hortikultura yang dibudidayakan dengan melalui tahap penyemaian terlebih dahulu. Tujuannya untuk mengurangi kematian akibat tanaman yang belum siap dengan kondisi lapangan. Baik itu melindunginya dari cuaca ataupun gangguan lainnya.
Tanaman yang memerlukan tahap penyemaian biasanya yang mempunyai siklus panen menengah hingga panjang dan memiliki benih yang kecil-kecil. Untuk tanaman dengan siklus panen cepat seperti bayam dan kangkung, tahap penyemaian menjadi kurang ekonomis. Sedangkan untuk tanaman yang memiliki biji besar, sebaiknya ditanam dengan ditugal. Tanaman yang berbiji besar relatif tahan terhadap kondisi lingkungan karena didalamnya telah terkandung zat yang berguna menopang awal pertumbuhan. Beberapa jenis hortikultura yang biasa disemaikan antara lain tomat, cabe, sawi, selada dan sebagainya.
Proses penyemaian memerlukan tempat dan perlakuan khusus yang berbeda dengan kondisi lapangan. Untuk itu diperlukan tempat persemaian yang terpisah dengan areal tanam. Tempat persemaian bisa dibuat permanen ataupun sementara. Media persemaian bisa berupa tray, tercetak, polybag atau bedengan biasa. Berikut ini tahapan-tahapan mempersiapkan media persemaian.
Menyiapkan media tanam
Hal pertama yang harus disiapkan adalah media tanam. Sebagai tempat benih/biji berkecambah media tanam ini harus terjamin dari segi ketersedian nutrisi, kelembaban dan struktur baik. Media persemaian yang alami terdiri dari campuran tanah dan bahan-bahan organik yang memiliki kandungan hara tinggi. Selain itu ketersediaan air dalam media persemaian harus mencukupi atau tingkat kelembaban yang relatif lebih tinggi dari areal tanam biasa.
Tanah yang baik untuk media persemaian diambil dari bagian atas (top soil). Sebaiknya ambil tanah dengan kedalaman tidak lebih dari 5 cm. Tanah yang baik merupakan tanah hutan, atau tanah yang terdapat di bawah tanaman bambu. Tanah tersebut memiliki karakteristik yang baik, terdiri dari campuran lempung dan pasir. Lempung benrmanfaat sebagai perekat media tanam sedangkan pasir bermanfaat untuk memberikan porositas yang baik.
Untuk memperkaya kandungan hara bisa ditambahkan dengan pupuk organik. Bisa berupa pupuk kandang yang telah matang atau pupuk kompos. Hal yang penting adalah haluskan pupuk tersebut dengan cara diayak. Struktur yang kasar tidak baik untuk pertumbuhan benih/biji yang baru berkecambah karena perakarannyaCampurkan bagian tanah dan pupuk organik dengan rasio 1:1. Atau bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Cirinya, setelah dicampurkan ditambah air teksturnya bisa solid (bisa dikepal tidak ambrol) namun tidak becek.
Membuat media persemaian berbentuk tray/polybag/cetak
- Campurkan tanah bagian atas (top soil) dengan pupuk organik (pupuk kompos atau pupuk kandang yang telah matang) komposisinya 1:1.
- Untuk persemaian tray, masukkan campuran media tanam tersebut kedalam tray, padatkan secukupnya agar media bisa mencengkrap tanaman. Tray sudah siap untuk media tanam.
- Untuk persemaian polybag, campurkan media tanam yang telah dibuat dengan arang sekam dengan komposisi 1:1. Ambil polybag dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran bibit tanaman. Media persemaian polybag siap untuk ditanami.
- Untuk persemaian cetak, siram campuran media tanam yang telah dibuat tersebut dengan air secukupnya. Air berfungsi untuk menyolidkan campuran agar mudah dibentuk dan tidak ambrol. Kemudian gunakan cetakan untuk membentuk adonan menjadi bentuk kotak-kotak kecil. Lubangi bagian atas kotak-kotak tersebut sedalam 1-2 cm untuk memasukkan benih. Media persemaian siap ditanami.
Membuat media persemaian berbentuk bedengan
- Campurkan tanah bagian atas (top soil) dengan pupuk organik dengan komposisi 1:1.
- Kemudian bentuk bedengan dan letakan campuran tadi diatas permukaan bedengan. Ketebalan campuran hendaknya 5-7 cm, ketebalan ini optimal untuk tanaman yang baru tumbuh.
- Siram bedengan dengan air secukupnya dan tebarkan benih di atas bedengan tersebut.
- Buat tiang penyangga atau bambu yang dilengkungkan, kemudian tutup bedengan dengan paranet.
- Penutup bedengan bisa dibuat permanen dengan paranet, atau dibuat dengan sistem tutup buka dengan plastik bening. Sistem tutup buka berguna pada musim hujan agar tanaman tidak terkena kucuran air hujan secara langsung. Benih yang cocok disemaikan di persemaian tipe bedengan adalah sayuran daun bersiklus pendek seperti sawi, caisim, pakchoi, dll.
Sistem Budidaya Tanaman Hortikultura di Indonesia
BUDIDAYA TANAMAN HORTIKULTURA DI INDONESIA
Sejarah budidaya buah-buahan telah berlangsung sangat lama. Candi Borobudur yang dibangun pada tahun 824 M sudah mengabadikan pohon pisang, mangga, durian dan nangka pada relief di dindingnya. Demikian pula relief ataupun patung di candi-candi lain, seperti Candi Mendut dan Candi Sukuh telah menggambarkan pentingnya buah-buahan, sayuran dan bunga. Demikian juga tanaman obat telah digunakan oleh bangsa Indonesia sejak jaman dahulu kala. Ini berarti pada masa itu dan mungkin masa sebelumnya tanaman hortikultura telah diusahakan di pulau Jawa. Pada awalnya pohon buah-buahan hanya tumbuh liar di hutan, dan masyarakat memungut buah-buahan dari pohon tersebut. Sampai saat ini masih cukup banyak buah-buahan yang diperdagangkan berasal dari hutan. Salah satu contoh adalah buah durian. Perkembangan selanjutnya, buah-buahan diusahakan pada lahan bekas hutan dan di pekarangan. Pada saat ini, sistem produksi tanaman hortikultura dapat dikelompokkan atas tujuh sistem produksi. Ketujuh sistem produksi tersebut dari sistem yang hampir tanpa pengelolaan sampai sistem dikelola dengan intensif, masih terdapat di Indonesia. Sistem produksi tersebut meliputi:
1. Sistem Pekarangan. Pada sistem ini, pohon buah-buahan ditanam hanya beberapa pohon bersama dengan tanaman lain seperti sayuran, bunga, maupun tanaman biofarmaka. Karena luas pekarangan yang relatif sempit dan beranekaragamnya tanaman yang ada di pekarangan, maka masing-masing spesies hanya ditanam sedikit. Tetapi karena total areal pekarangan di Indonesia yang cukup luas, maka total produksi buah-buahan yang berasal dari pekarangan juga tinggi. Di pekarangan, pohon buah-buahan biasanya tidak diandalkan sebagai sumber penghasilan utama. Oleh karena itu seringkali tanaman buah dibudidayakan dengan pengelolaan yang minimal. Pohon yang dibudidayakan seringkali sudah tua dan berasal dari seedling atau cangkok. Pohon-pohon muda dipekarangan yang ditanam sesudah era tahun 70 an, banyak pula yang berasal dari bibit sambungan atau tempelan (okulasi). Buah-buahan yang biasanya dibudidayakan di pekarangan antara lain adalah mangga, rambutan, pisang, nenas, nangka, jambu air, jambu biji, belimbing, pepaya dan durian. Tanaman sayuran yang sering ditanam di pekarangan antara meliputi katuk, bayam, kangkung, kenikir, kemangi, beluntas, cabe, tomat, terung, dan lain-lain. Tanaman sayuran berupa pohon seperti melinjo dan turi juga banyak ditanam di pekarangan. Tanaman biofarmaka yang banyak ditanam di pekarangan antara lain adalah Dlingo, Jahe, Kapulaga, Kejibeling, Kencur, Kunyit, Lempuyang, Lengkuas, Temulawak, Temuireng. Sedangkan pada kelompok tanaman hias dan bunga banyak jenis yang sering ditanam di pekarangan.
2. Sistem Hutan-Kebun Campuran. Pada sistem ini, pohon buah-buahan ditanam di ‘kebun’, ialah lahan kering di luar desa secara bersama-sama dengan pohon-pohon dan tanaman lain. Pada sistem ini biasanya ada satu atau dua spesies yang dominan. Sistem ini berkembang cukup luas di Sumatera dan Kalimantan serta di desa-desa di Jawa yang jauh dari kota. Tanaman buah yang ditanam biasanya berasal dari biji (seedling) dan berumur tua. Karena itu, buah yang dihasilkan mempunyai keragaman tinggi. Tanaman pada sistem produksi ini juga dikelola secara minimal, bahkan ada yang hanya dipanen tanpa pengelolaan yang berarti, sehingga mutu buah yang dihasilkan biasanya rendah. Tanaman buah yang dibudidayakan dengan sistem ini meliputi antara lain manggis, duku, durian, rambutan, lengkeng. Beberapa sayuran dan tanaman biofarmaka sering tumbuh di bawah atau diantara pohon buah-buahan, antara lain meliputi zingibreaceae, temu-temuan, singkong, dan lain-lain.
3. Sistem Monokultur Buah-buahan Skala Kecil. Pada sistem ini tanaman hortikultura dibudidayakan di kebun, lahan kering, lahan sawah yang dikeringkan (pada musim kemarau) secara intensif, dengan pengelolaan yang baik. Karena itu biasanya mutu komoditas yang dihasilkan baik dan produktivitasnya tinggi. Pohon buah-buahan yang ditanam berasal dari hasil perbanyakan vegetatif, sehingga buahnya relatif seragam. Buah-buahan yang dibudidayakan antara lain meliputi pepaya, pisang, nenas, jeruk, belimbing, sirsak, jambu biji, mangga, rambutan dan apel.
4. Sistem Tumpangsari antara pohon buah-buahan dengan tanaman lain. Pada sistem ini diantara pohon buah-buahan yang ditanam, masih ditanami tanaman semusim. Sebagai contoh adalah mangga di Indramayu yang ditanam di sawah, sehingga diantara tanaman mangga masih ditanami padi. Pada kebun mangga di beberapa daerah juga ditumpangsarikan dengan tanaman lain seperti kacang tanah, cabe dan tomat pada saat tanaman mangga masih muda. Di dataran tinggi, seringkali dilakukan penanaman sayuran secara tumpangsari, seperti wortel dengan kubis dan banyak kombinasi tumpangsari lainnya.
5. Sistem Perkebunan Buah. Sistem ini dikelola oleh perusahaan agribisnis. Tanaman buah dibudidayakan secara monokultur dengan skala luas dan pengelolaan yang intensif. Sistem ini menghasilkan buah dengan mutu tinggi dan seragam. Produktivitas kebun juga tinggi. Buah yang diproduksi dengan sistem ini meliputi: nenas, pisang, mangga, jeruk, markisa.
6. Sistem Produksi Hortikultura Semusim. Pada sistem ini dibudidayakan tanaman semusim seperti berbagai jenis sayuran dan bunga, buah semangka, melon dan lain-lain. Pengelolaan tanaman biasanya intensif, dengan menggunakan benih komersial. Sistem produksi ini biasanya produkstivitasnya tinggi dan kualitas yang dihasilkan cukup baik. Kubis, kubis bunga, wortel, tomat, paprika, petsai, lobak, bawang daun, bawang putih, buncis, kentang, dan sayuran yang berasal dari daerah temperate banyak ditanam di dataran tinggi, sedangkan kangkung, bayam, jagung muda, kacang panjang, cabe, tomat, bawang merah, ketimun, labu, terung banyak ditanaman secara monikultur di dataran rendah.
7. Sistem Produksi Intensif. Sistem ini dikembangkan untuk mengusahakan buah-buahan, sayuran, dan bunga yang berasal dari daerah temperate seperti melon, strawberi, anggur, paprika, tomat, carnation dan lain-lain. Sistem ini juga meliputi sistem produksi hidroponik.
8. Sistem Produksi Hortikultura Organik. Akhir-akhir ini sistem ini menjadi kecendrungan dalam produksi sayuran. Banyak konsumen yang menghendaki sayuran dan buah organik. Untuk buah-buahan tertentu seperti durian, rambutan, sawo, manggis, kedondong, karena sebagian besar diusahakan secara agroforestri dan di pekarangan, biasanya organik (tidak dipupuk, tidak disemprot pestisida). Namun kebanyakan buah tersebut tidak secara formal diakui sebagai buah organik. Sedangkan untuk sayuran telah berkembang secara sistematis teknologi produksi sayuran organik. Sebagian dari sistem produksi ini sudah terakreditasi sebagai kebun sayuran organik.
Pada saat ini bunga yang dipasarkan di Indonesia sebagian besar berasal dari sistem produksi monokultur yang cukup intensif. Sayuran sebagian besar diproduksi dengan sistem produksi monokultur maupun tumpangsari, baik secara semi intensif maupun secara intensif. Sedangkan buah-buahan yang ada di pasaran dalam negeri sebagian besar berasal dari sistem pekarangan dan sistem Agroforestry. Minimnya pengelolaan dari dua sistem produksi ini menyebabkan buah yang dihasilkan biasanya berkualitas rendah. Selain itu buah-buahan tersebut keragamannya tinggi dan tidak ada kepastian citarasa. Dalam satu koli terdapat buah dengan kualitas tinggi, enak dan menyenangkan, bercampur dengan buah berkualitas rendah, masam dan tidak enak. Ketidakpastian kualitas ini disebabkan karena: (a) pohon yang ditanaman berasal dari hasil perbanyakan generatif (dari biji), sehingga kualitas antar pohon bisa berbeda; (b) karena buah berasal dari pekarangan, sedangkan pengelolaan pohon antar pekarangan bisa sangat berbeda, sehingga menghasilkan buah dengan kualitas yang berbeda; (c) banyak petani atau penebas yang melakukan panen serempak, baik buah masih muda maupun buah matang, kemudian buah tersebut diperam agar segera masak; (d) pengelolaan pasca panen buah yang buruk dan kadang-kadang ada kesengajaan mencampur buah buah bermutu tinggi dengan yang rendah.
Tingginya keragaman genetik tanaman buah yang ada pada kedua sistem produksi ini secara ekologi menguntungkan, tetapi ditinjau dari sisi agribisnis kurang menguntungkan. Keragaman yang tinggi menyulitkan perdagangan. Ketidakpastian citarasa menyulitkan pembuatan citra yang baik atas suatu produk. Sebagai contoh, mangga Arumanis sebenarnya mempunyai citarasa yang baik dan berkualitas tinggi, tetapi karena adanya keragaman yang tinggi, masyarakat seringkali ragu-ragu untuk membeli, karena khawatir mendapat mangga Arumanis berkualitas rendah. Kondisi ini berbeda dengan produk buah impor, yang karena sudah diseleksi dengan baik, ada jaminan terhadap keseragaman citarasa. Citarasa buah durian Monthong yang dibayangkan oleh pembeli akan dapat dibuktikan dengan membeli buah tersebut dimanapun.
Karena kondisi ini, maka pengembangan buah-buahan di Indonesia pada masa yang akan datang seharusnya mengarah pada sistem produksi monokultur ataupun tumpangsari dengan pengelolaan yang intensif dan bibitnya berasal dari hasil perbanyakan vegetatif. Dengan pengelolaan yang intensif, maka produkstivitas kebun akan tinggi, buah seragam dengan kualitas yang baik. Pada buku ini akan diuraikan sistem produksi intensif buah-buahan tropika.
Sejarah budidaya buah-buahan telah berlangsung sangat lama. Candi Borobudur yang dibangun pada tahun 824 M sudah mengabadikan pohon pisang, mangga, durian dan nangka pada relief di dindingnya. Demikian pula relief ataupun patung di candi-candi lain, seperti Candi Mendut dan Candi Sukuh telah menggambarkan pentingnya buah-buahan, sayuran dan bunga. Demikian juga tanaman obat telah digunakan oleh bangsa Indonesia sejak jaman dahulu kala. Ini berarti pada masa itu dan mungkin masa sebelumnya tanaman hortikultura telah diusahakan di pulau Jawa. Pada awalnya pohon buah-buahan hanya tumbuh liar di hutan, dan masyarakat memungut buah-buahan dari pohon tersebut. Sampai saat ini masih cukup banyak buah-buahan yang diperdagangkan berasal dari hutan. Salah satu contoh adalah buah durian. Perkembangan selanjutnya, buah-buahan diusahakan pada lahan bekas hutan dan di pekarangan. Pada saat ini, sistem produksi tanaman hortikultura dapat dikelompokkan atas tujuh sistem produksi. Ketujuh sistem produksi tersebut dari sistem yang hampir tanpa pengelolaan sampai sistem dikelola dengan intensif, masih terdapat di Indonesia. Sistem produksi tersebut meliputi:
1. Sistem Pekarangan. Pada sistem ini, pohon buah-buahan ditanam hanya beberapa pohon bersama dengan tanaman lain seperti sayuran, bunga, maupun tanaman biofarmaka. Karena luas pekarangan yang relatif sempit dan beranekaragamnya tanaman yang ada di pekarangan, maka masing-masing spesies hanya ditanam sedikit. Tetapi karena total areal pekarangan di Indonesia yang cukup luas, maka total produksi buah-buahan yang berasal dari pekarangan juga tinggi. Di pekarangan, pohon buah-buahan biasanya tidak diandalkan sebagai sumber penghasilan utama. Oleh karena itu seringkali tanaman buah dibudidayakan dengan pengelolaan yang minimal. Pohon yang dibudidayakan seringkali sudah tua dan berasal dari seedling atau cangkok. Pohon-pohon muda dipekarangan yang ditanam sesudah era tahun 70 an, banyak pula yang berasal dari bibit sambungan atau tempelan (okulasi). Buah-buahan yang biasanya dibudidayakan di pekarangan antara lain adalah mangga, rambutan, pisang, nenas, nangka, jambu air, jambu biji, belimbing, pepaya dan durian. Tanaman sayuran yang sering ditanam di pekarangan antara meliputi katuk, bayam, kangkung, kenikir, kemangi, beluntas, cabe, tomat, terung, dan lain-lain. Tanaman sayuran berupa pohon seperti melinjo dan turi juga banyak ditanam di pekarangan. Tanaman biofarmaka yang banyak ditanam di pekarangan antara lain adalah Dlingo, Jahe, Kapulaga, Kejibeling, Kencur, Kunyit, Lempuyang, Lengkuas, Temulawak, Temuireng. Sedangkan pada kelompok tanaman hias dan bunga banyak jenis yang sering ditanam di pekarangan.
2. Sistem Hutan-Kebun Campuran. Pada sistem ini, pohon buah-buahan ditanam di ‘kebun’, ialah lahan kering di luar desa secara bersama-sama dengan pohon-pohon dan tanaman lain. Pada sistem ini biasanya ada satu atau dua spesies yang dominan. Sistem ini berkembang cukup luas di Sumatera dan Kalimantan serta di desa-desa di Jawa yang jauh dari kota. Tanaman buah yang ditanam biasanya berasal dari biji (seedling) dan berumur tua. Karena itu, buah yang dihasilkan mempunyai keragaman tinggi. Tanaman pada sistem produksi ini juga dikelola secara minimal, bahkan ada yang hanya dipanen tanpa pengelolaan yang berarti, sehingga mutu buah yang dihasilkan biasanya rendah. Tanaman buah yang dibudidayakan dengan sistem ini meliputi antara lain manggis, duku, durian, rambutan, lengkeng. Beberapa sayuran dan tanaman biofarmaka sering tumbuh di bawah atau diantara pohon buah-buahan, antara lain meliputi zingibreaceae, temu-temuan, singkong, dan lain-lain.
3. Sistem Monokultur Buah-buahan Skala Kecil. Pada sistem ini tanaman hortikultura dibudidayakan di kebun, lahan kering, lahan sawah yang dikeringkan (pada musim kemarau) secara intensif, dengan pengelolaan yang baik. Karena itu biasanya mutu komoditas yang dihasilkan baik dan produktivitasnya tinggi. Pohon buah-buahan yang ditanam berasal dari hasil perbanyakan vegetatif, sehingga buahnya relatif seragam. Buah-buahan yang dibudidayakan antara lain meliputi pepaya, pisang, nenas, jeruk, belimbing, sirsak, jambu biji, mangga, rambutan dan apel.
4. Sistem Tumpangsari antara pohon buah-buahan dengan tanaman lain. Pada sistem ini diantara pohon buah-buahan yang ditanam, masih ditanami tanaman semusim. Sebagai contoh adalah mangga di Indramayu yang ditanam di sawah, sehingga diantara tanaman mangga masih ditanami padi. Pada kebun mangga di beberapa daerah juga ditumpangsarikan dengan tanaman lain seperti kacang tanah, cabe dan tomat pada saat tanaman mangga masih muda. Di dataran tinggi, seringkali dilakukan penanaman sayuran secara tumpangsari, seperti wortel dengan kubis dan banyak kombinasi tumpangsari lainnya.
5. Sistem Perkebunan Buah. Sistem ini dikelola oleh perusahaan agribisnis. Tanaman buah dibudidayakan secara monokultur dengan skala luas dan pengelolaan yang intensif. Sistem ini menghasilkan buah dengan mutu tinggi dan seragam. Produktivitas kebun juga tinggi. Buah yang diproduksi dengan sistem ini meliputi: nenas, pisang, mangga, jeruk, markisa.
6. Sistem Produksi Hortikultura Semusim. Pada sistem ini dibudidayakan tanaman semusim seperti berbagai jenis sayuran dan bunga, buah semangka, melon dan lain-lain. Pengelolaan tanaman biasanya intensif, dengan menggunakan benih komersial. Sistem produksi ini biasanya produkstivitasnya tinggi dan kualitas yang dihasilkan cukup baik. Kubis, kubis bunga, wortel, tomat, paprika, petsai, lobak, bawang daun, bawang putih, buncis, kentang, dan sayuran yang berasal dari daerah temperate banyak ditanam di dataran tinggi, sedangkan kangkung, bayam, jagung muda, kacang panjang, cabe, tomat, bawang merah, ketimun, labu, terung banyak ditanaman secara monikultur di dataran rendah.
7. Sistem Produksi Intensif. Sistem ini dikembangkan untuk mengusahakan buah-buahan, sayuran, dan bunga yang berasal dari daerah temperate seperti melon, strawberi, anggur, paprika, tomat, carnation dan lain-lain. Sistem ini juga meliputi sistem produksi hidroponik.
8. Sistem Produksi Hortikultura Organik. Akhir-akhir ini sistem ini menjadi kecendrungan dalam produksi sayuran. Banyak konsumen yang menghendaki sayuran dan buah organik. Untuk buah-buahan tertentu seperti durian, rambutan, sawo, manggis, kedondong, karena sebagian besar diusahakan secara agroforestri dan di pekarangan, biasanya organik (tidak dipupuk, tidak disemprot pestisida). Namun kebanyakan buah tersebut tidak secara formal diakui sebagai buah organik. Sedangkan untuk sayuran telah berkembang secara sistematis teknologi produksi sayuran organik. Sebagian dari sistem produksi ini sudah terakreditasi sebagai kebun sayuran organik.
Pada saat ini bunga yang dipasarkan di Indonesia sebagian besar berasal dari sistem produksi monokultur yang cukup intensif. Sayuran sebagian besar diproduksi dengan sistem produksi monokultur maupun tumpangsari, baik secara semi intensif maupun secara intensif. Sedangkan buah-buahan yang ada di pasaran dalam negeri sebagian besar berasal dari sistem pekarangan dan sistem Agroforestry. Minimnya pengelolaan dari dua sistem produksi ini menyebabkan buah yang dihasilkan biasanya berkualitas rendah. Selain itu buah-buahan tersebut keragamannya tinggi dan tidak ada kepastian citarasa. Dalam satu koli terdapat buah dengan kualitas tinggi, enak dan menyenangkan, bercampur dengan buah berkualitas rendah, masam dan tidak enak. Ketidakpastian kualitas ini disebabkan karena: (a) pohon yang ditanaman berasal dari hasil perbanyakan generatif (dari biji), sehingga kualitas antar pohon bisa berbeda; (b) karena buah berasal dari pekarangan, sedangkan pengelolaan pohon antar pekarangan bisa sangat berbeda, sehingga menghasilkan buah dengan kualitas yang berbeda; (c) banyak petani atau penebas yang melakukan panen serempak, baik buah masih muda maupun buah matang, kemudian buah tersebut diperam agar segera masak; (d) pengelolaan pasca panen buah yang buruk dan kadang-kadang ada kesengajaan mencampur buah buah bermutu tinggi dengan yang rendah.
Tingginya keragaman genetik tanaman buah yang ada pada kedua sistem produksi ini secara ekologi menguntungkan, tetapi ditinjau dari sisi agribisnis kurang menguntungkan. Keragaman yang tinggi menyulitkan perdagangan. Ketidakpastian citarasa menyulitkan pembuatan citra yang baik atas suatu produk. Sebagai contoh, mangga Arumanis sebenarnya mempunyai citarasa yang baik dan berkualitas tinggi, tetapi karena adanya keragaman yang tinggi, masyarakat seringkali ragu-ragu untuk membeli, karena khawatir mendapat mangga Arumanis berkualitas rendah. Kondisi ini berbeda dengan produk buah impor, yang karena sudah diseleksi dengan baik, ada jaminan terhadap keseragaman citarasa. Citarasa buah durian Monthong yang dibayangkan oleh pembeli akan dapat dibuktikan dengan membeli buah tersebut dimanapun.
Karena kondisi ini, maka pengembangan buah-buahan di Indonesia pada masa yang akan datang seharusnya mengarah pada sistem produksi monokultur ataupun tumpangsari dengan pengelolaan yang intensif dan bibitnya berasal dari hasil perbanyakan vegetatif. Dengan pengelolaan yang intensif, maka produkstivitas kebun akan tinggi, buah seragam dengan kualitas yang baik. Pada buku ini akan diuraikan sistem produksi intensif buah-buahan tropika.
pengendalian hama dan penyakit pada padi
Prinsip: Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) merupakan syarat mutlak untuk penerapan teknologi kami, mencakup strategi pengendalian sebagai berikut:1. menggunakan varietas tahan hama/penyakit2. menanam tanaman yang sehat, termasuk pengendalian dari aspek kultur teknis seperti pola tanam yang tepat, pergiliran tanaman, kebersihan lapang, waktu tanam yang tepat, pengelolaan tanah dan irigasi, menanam tanaman perangkap untuk mengendalikan tikus.3.pengamatan berkala di lapangan.4.pemanfaatan musuh alami, seperti: pemangsa (predator), misalnya laba-laba, capung, ular sawah, burung hantu, katak dlsb.5.pengendalian secara mekanik seperti: menggunakan alat atau mengambil dengan tangan, menggunakan pagar, menggunakan perangkap.6.pengendalian secara fisik seperti menggunakan lampu perangkap7.penggunaan pestisida hanya bila diperlukan dengan: insektisida, fungisida atau molusida.Pengendalian hama dan penyakit utama tanaman padi seperti tikus, wereng, pengferek batang dan penyakit tungro, berikut uraiannya.Pengendalian Tikus1.Pengendalian tikus dengan bubu dilakukan seawal mungkin, yaitu pada saat pengolahan tanah sampai panen. Pemasangan bubu dipersemaian maupun di pertanaman merupakan salah satu cara menekan populasi tikus.2.Pengendalian dengan racun tikus, terdapat dua macam racun yaitu racun akut (sangat beracun, membunuh tikus dengan cepat) dan racun kronis (membunuh tikus setelah makan berulang-ulang).3.Pengumpanan dengan racun akut efektif dilakukan pada saat bera menjelang musim hujan, pada saat itu sumber makanan tidak tersedia.4.Saat pertumbuhan vegetatif umpan diletakkan di pematang dengan jarak ± 50 m antar lokasi umpan.5.Pada fase bunting, umpan diletakkan pada petak sawah sejauh satu meter dari pematang.6.Saat padi berbunga hingga panen, tikus sedang bunting atau beranak, pengemposan dengan asap belerang atau karbit merupakan cara yang efektif. Pemasangan umpan pada fase ini tidak efektif, karena sumber makanan melimpah. Namun cara tersebut dapat dikombinasikan dengan memberikan umpan berupa kepingan gula merah/jawa di sarang tikus akan mengundang semut hitam/merah yang pada gilirannya akan menyerang anak-anak tikus karena ada bau manis bekas air susu tikus.7.Selain cara tersebut dapat pula dikombinasikan dengan penyemprotan pestisida organik PessO Plus 20cc per 14 liter air/sprayer ditambah 2-3cc minyak serimpi, semprot merata pada tanaman padi. Aroma menyengat dari ramuan tersebut akan menjauhkan tanaman dari pemangsa tikus.Pengendalian Wereng Coklat1.Tanam serempak dalam areal atau hamparan yang luas - manfaatkan kelompok tani atau gapoktan desa atau kecamatan atau beberapa kecamatan, selang waktu tanam dalam satu hamparan tidak lebih dari 3 minggu.2.Laksanakan pergiliran varietas.3.Setiap varietas jangan ditanam lebih dari 2 kali berturut-turut dalam setahunnya, selingi dengan palawija.4.Pembuatan pesemaian dan penyediaan bibit sehat.5.Hindarkan pemupukan N (Urea) berlebihan. Pupuk dengan unsur Kalium (K) dapat mengurangi keparahan akibat serangan hama wereng.6.Pada tanaman terserang, keringkan petakan 3-4 hari. Segera setelah panen tunggul jerami dikomposkan kemudian di bajak.7.Apabila dalam pengamatan ditemukan lebih dari 5 ekor wereng saat tanaman berumur kurang 40 hari, dan lebih dari 20 ekor wereng pada tanaman berumur lebih dari 40 hari. Tanaman disemprot dengan insektisida organik PessO Plus 20-30cc per 14 liter air/sprayer dengan ditambah 2cc minyak kampak serta 10-20 cc pelembut pakaian [bisa diganti dengan 1 sendok makan detergen busa rendah non soda api contoh: merk attack].8.Selain alternatif pada nomor 7 dapat digunakan Biopestisida Ponomu untuk mengendalikan hama wereng dan walangsangit dengan cara:* Sebelum digunakan sprayer harus dibersihkan dari bekas penyemprotan pestisida/fungisida/bakterisida kimia karena dapat mengurangi daya kerja Ponomu, karena ponomu berbahan aktif jamur-jamur pathogen khusus bagi organisme pengganggu tanaman tertentu seperti wereng dan walangsangit.* Ambil 1 sachet @ 30gram untuk 14 liter air/sprayer. Tutup rapat nozel pada sprayer sehingga dihasilkan semprotan kabut [mist]. Untuk hasil lebih baik dapat ditambahkan 10cc 4Plus atau 1 sendok makan gula pasir/jawa.*Semprot ke lahan yang terkena serangan wereng pada sore hari sesudah pukul 15.00. Penyemprotan dilakukan di atas permukaan tanaman dan ke bawah permukaan dengan cepat.Pengendalian Penyakit Tungro1.Segera setelah panen tanah dibajak agar singgang tidak tumbuh. Tanam seawal mungkin secara serempak. Tanam serempak dalam areal atau hamparan yang luas - manfaatkan kelompok tani atau gapoktan desa atau kecamatan atau beberapa kecamatan, selang waktu tanam dalam satu hamparan tidak lebih dari 3 minggu.2.Pergiliran tanaman padi - padi - palawija.3.Gunakan varietas tahan tungro seperti Mamberamo, IR-66, dan IR-74.4.Mencabut tanaman yang terserang.5.Pengendalian secara kimiawi dilakukan sejak di pesemaian dengan insektisida karbofuran (Furadan, Curater dll), atau dengan Confidor 5 WP.Pengendalian Penggerek Batang1.Sampai saat ini tidak ada varietas padi yang tahan terhadap penggerek batang. Tanam serempak dalam areal atau hamparan yang luas - manfaatkan kelompok tani atau gapoktan desa atau kecamatan atau beberapa kecamatan, selang waktu tanam dalam satu hamparan tidak lebih dari 3 minggu.2.Memotong jerami serendah mungkin dan di bakar.3.Hindarkan pemupukan N yang berlebihan, pupuk K dapat mengurangi keparahan akibat serangan penggerek batang.4.Segera setelah panen tunggul jerami dibakar dan dibajak.( BP3K Geragai Tanjabtim)
Seputar Tanaman Hortikultura
Hortikultura berasal
dari kata hortos. Kata ini bermakna kebun, sedangkan kultura berasal
dari kata colere, yang mempunyai arti mengusahakan atau
membudidayakan. Dari gabungan dua kata tersebut, hortikultura berarti kemampuan
untuk membudidayakan sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman buah-buahan.
Membudidayakan di sini meliputi cara bercocok tanam, pemupukan, perawatan,
serta pengendalian hama dan penyakit.
·
Tanaman hortikultura mudah atau cepat mengalami kebusukan. Meskipun demikian,
hasil tanaman hortikultura selalu dibutuhkan setiap hari dalam keadaan segar.
Dari pemanenan hingga pemasaran hasil tanaman hortikultura memerlukan
penanganan dengan cermat dan efisien. Penanganan yang baik akan meningkatkan
kualitas dan harga pasar.
·
Tanaman hortikultura
memiliki nilai estetika yang tinggi. Hal ini membuat hasil tanaman hortikultura
harus memenuhi keinginan masyarakat secara umum. Padahal keinginan yang terlalu
tinggi dari masyarakat terkadang berbenturan dengan kondisi lingkungan tempat
tumbuhnya tanaman tersebut. Tanaman hortikultura sangat tergantung pada cuaca.
Apalagi bila berhadapan dengan serangan hama dan penyakit. Tentu ini adalah
tantangan tersendiri bagi kemajuan IPTEK dan keterampilan petani.
·
Produksi hasil tanaman
hortikultura pada umumnya musiman. Sebagian hasil tanamannya tidak tersedia
sepanjang tahun. Contoh hasil tanaman tersebut adalah buah mangga, buah durian,
dan buah rambutan.
·
Karena akan dipanen
dalam skala besar, tanaman hortikultura memerlukan luas ruangan atau kebun yang
cukup luas. Pemanenan yang banyak menyebabkan biaya distribusi juga menjadi
besar. Hal ini berpengaruh pada harga di pasaran.
·
Tanaman hortikultura
memiliki daerah penanaman dengan kondisi dan keadaan yang spesifik. Tidak pada
sembarang tempat. Ada tanaman yang hanya cocok ditanam di pegunungan seperti
apel dan kentang. Namun adapula yang bisa ditanam di dataran rendah seperti kangkung
dan lombok. Adapula yang berasal dari daerah tertentu seperti duku Palembang,
jeruk Garut, mangga Indramayu dan nenas Palembang.
Keadaan Usaha Hortikultura di Indonesia
·
Usaha mempunyai lahan
yang terbatas. Sebagian tanaman dibudidayakan di pekarangan.
·
Masyarakat masih
menggunakan cara tradisional untuk budidaya. Ada yang memperoleh bibit dengan
ala kadarnya sehingga terkadang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan. Hal ini
juga tercermin dalam pemupukan dan pemberantasan hama.
·
Biasanya mempunyai jenis
tanaman yang heterogen.
·
Penanganan hasil panen
masih sederhana. Sebagian daerah pegunungan masih mengandalkan sayuran sebagai
hasil utama. Di dataran rendah mengandalkan bunga potong, sedangkan buah-buahan
masih belum mendapatkan porsi perhatian yang memadai.
Berbagai Kendala Budidaya Tanaman Hortikultura
Ada beberapa catatan
bagi budidaya tanaman hortikultura di Indonesia menurut
beberapa penelitian yang bisa dituliskan, di antaranya:
·
Sebagian besar mutu
produk hasil tanaman hortikultura di Indonesia masih perlu ditingkatkan.
Sebagai negara agraris, kualitas produk di negeri ini masih kalah oleh
Thailand.
·
Daerah tropis mempunyai
keuntungan dan kerugian. Salah satu kerugiannya adalah serangan hama dan
penyakit dengan durasi waktu yang lama. Karena perbedaan cuaca di musim kemarau
dan hujan, tidak terlalu ekstrim. Hal ini butuh penanganan khusus dari para
ahli untuk memperbaiki jumlah produksi hasil hortikultura.
·
Beberapa buah dan
sayuran di negeri ini mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan hasil
produksi dari negara lain. Tentu ini sebuah pekerjaan rumah untuk meningkatkan
bobot dan ukuran hasil hortikultura, sehingga produksi lokal tidak kalah oleh
produk impor.
·
Tekstur yang memikat,
bentuk yang proporsional hingga warna yang mengundang selera masih belum
mewarnai sebagian besar produk hortikultura negeri ini.
·
Seringkali ketika
memakan sayur segar seperti wortel atau kacang panjang, kita merasakan rasa “langu”
yang luar biasa, sehingga enggan untuk mengonsumsi sayuran segar. Rasa tersebut
timbul akibat akumulasi pestisida di lahan pertanian. Hasil panen yang bebas
dari residu pestisida seperti tanaman organik, perlu ditingkatkan. Selain
membuat petani lebih sejahtera, juga lebih menyehatkan bagi konsumen khususnya
masyarakat kelas bawah.
Serba Serbi Hortikultura
Indonesia dikenal sebgai
negara yang paling banyak menekuni bidan hortikultura ini. Oleh karena
Indonesia memiliki suhu tropis sehingga tanaman apapun bisa dibudidayakan di
Indonesia. Komoditas holtikultura dibagi menjadi :
Pomologi atau
Frutikultur diantaranya melon, semangka, manggis, mangga, apel, durian, salak,
dan lain-lain.
Florikultura diantaranya
melati, mawar, krisan, anyelir, begonia, bugenvil, dan lain-lain.
Olerikultura diantaranya
tomat, selada, bayam, wortel, kentang, dan lain-lain.
Biofarmaka diantaranya
purwoceng, rosela, kunyit, dan lain-lain.
Lansekap diantaranya
taman Bali, taman Jawa, dan lain-lain.
Untuk itu banyak juga
ilmuwan hortikultural di Indonesaia, diantaranya adalah;
Dari bidang Pomologi
atau Frutikultur ada Lilik Setyobudi, Sumeru Ashari.
Dari bidang
Florikultura ada Sitawati, Ellis Nihayati, Roedhy Poerwanto.
Dari bidang
Olerikultura adaAgus Suryanto, Lily Agustina, M. Dawam Maghfoer, Anas D.
Susila.
Dari bidang Biofarmaka
ada Tatik Wardiyati.
Dan untuk organisasi
hortikultura di Indonesia sendiri juga lumayan banyak, misalnya;
Asosiasi pemasar
hortikultura (ASPERTI)
Asosiasi ekspor sayur
dan buah Indonesia (ASEBSI)
Asosiasi ekspor
hortikultura Indonesia (AEKI)
Asosiasi produsen
perbenihan hortikultura Indonesia (Hortindo)
Asosiasi pengusaha
hortikultura Indonesia (APHI)
Perhimpunan hortikultura
Indonesia (PERHORTI)
Undang-Undang Hortikultura di Indonesia
Pada tahun 2010
Undang-undang tentang agrikultura telah disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna
setelah lebih dari satu tahun dibahas. Pada rapat paripurna tersebut ada
beberapa fraksi yang turut dalam acara, fraksfraksi tersebut adalah dari Partai
Hanura, Partai Golkar, Partai Gerindra, PKS, PAN, PKB, PPP, PDIP dan Partai
Demokrat.
Menurut Ketua Komisi IV
DPR, Ahmad Muqowah, UU Hortikultura akan menjadi sebuah acuan dalam pengaturan
distribusi, produksi dan pemasaran produk dari hortikultura itu sendiri. Dan
juga dengan adanya UU Hortikultura berarti dapat melindungi para petani dalam
usaha hortikultura, juga menyadiakan lapangan kerja dan sudah tentu menambah
pemasukan atau devisa negara.
Selama ini sudah banyak
sekali produk hortikultura impor yang masuk di Indonsia, dikhawatirkan dengan
banyaknya produk impor yang masuk ke Indonesia malah akan menghambat usaha para
pekerja dalam bidang hortikultura juga dikhawatirkan akan menurunkan angka
produksi dan devisa Indonesia. Oleh itu perlu diperhatikan sejumlah aspeknya, mulai
dari bagaimana keamanan pangan, kemana sasaran produksi dan konsumsi dan adakah
ketersediaan produksi dalam negeri. Semuanya menjadi aspek yang sangat penting.
Sementara untuk
perusahaan sektor hortikultura yang dipegang atau dengan pemodal orang asing
ditetapkan penyertaan modal asingnya maksimal 30%. Nah, untuk pemodal asing
yang memiliki porsi diatas 30% akan diberi waktu jangka panjang atau tepatnya
selama empat tahun untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan UU Hortikultura
tersebut.
Sementara menurut
Menteri Pertanian, Suswono pengesahan UU Hortikultura ini diharapkan dapat
mendorong perubahan paradigma dan kiprah masyarakat dalam sektor hortikultura
sehingga percepatan di sektor ini akan dapat segera terwujud.
Dia juga menyatakan
bahwa UU hortikultura dapat menjadi salah satu solusi dalam masalah lahan
pertanian yang menjadi semakin sempit dan dapat memberikan kepastian hukum bagi
para petani atau pengusaha dalam sektor hortikultura.
Semoga dengan penetapan
Undang-Undang tentang tanaman hortikultura ini akan semakin
memberi manfaat bagi sektor hortikultura di Indonesia, juga berbagai produknya
dapat bersaing dengan produk impor. Betapa pentingnya kesejahteraan rakyat
terutama petani yang mengandalkan untuk menyambung hidup dalam sektor ini.
Semoga pemerintah juga
mau membantu para petani untuk menyelesaikan permasalahan lain dalam hal ini
demi untuk kemajuan negara kita Indonesia.
Tanaman Hortikultura di pekarangan
Mulanya hanya ingin memanfaatkan lahan disekitar rumah agar terlihat asri dan nyaman dilihat, karena selama ini hanya ditumbuhi rumput liar dan tidak terawat, begitu komentar Pak Agus ketika menjelaskan kondisi lahan disekitar rumahnya di dusun Santeran desa Pesantren Kec. Tembelang. Lahan ini ditanami sejak awal bulan Mei 2013 dengan beberapa jenis tanaman hortikultura seperti tomat, terong, cabai kecil, melon dan kacang panjang dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.
Pada hari Minggu tanggal 18 Agustus 2013, lahan yang ditanami tomat dan terong ini didatangi putra-putri dari penyuluh pertanian yang bertugas di wilayah kabupaten Jombang. Mereka antusias untuk mengetahui dan memetik tomat yang telah ranum dan layak petik. Beberapa dari mereka mengajukan pertanyaan tentang tomat mana yang boleh dipetik dikala itu. Attaya dan Sabita putri dari pak Ismail dengan telaten mengambili tomat dan memasukkan keranjang sambil berceloteh menanyakan “mengapa tomat yang ini berlubang-lubang dan busuk, Ayah?”. Dengan jelas pak Ismail (Penyuluh Pertanian Kec. Gudo) menjelaskan bahwa tomat yang lubang dan busuk itu telah diserang dan dimakan oleh ulat buah. Setelah lelah memetik tomat dan merasa terlalu berat membawa keranjang hasil petikan anak-anak ini berteduh dan mendengarkan informasi yang diberikan oleh pak Agus tentang manfaat dan budidaya buah tomat.
Tomat memiliki nama latin Solanum Leucopersicum, adalah tanaman sayuran buah yang berwarna merah dengan rasa manis agak masam. Tomat ini mengandung vitamin A dan C dan sedikit vitamin B, pemanfaatannya dapat langsung dimakan, dipakai sayur atau di buat jus, bahkan jika mau dapat dipakai masker untuk menghaluskan wajah. Budidaya tomat mudah dilakukan, dimana pada awal tanam lahan dipersiapkan dalam bentuk guludan yang telah diberi pupuk bokashi dan ditutup mulsa plastik hitam perak. Untuk selanjutnya bibit tomat dengan harga yang berkisar Rp. 100,- s.d 150,- per batang bibit tanaman ditanam dan 7-10 hari kemudian dapat diberi pupuk NPK yang ditabur atau dikocor. Dalam jangka waktu 2 bulan sudah dapat dipetik hasilnya dan tanaman ini dapat bertahan hidup hingga 3-5 bulan.
Perawatan tomat cukup mudah, hanya saja perlu ketelatenan dalam pemberian ajir dan pengamatan terhadap serangan hama penyakit. Hama yang sering muncul adalah ulat dan cacing yang dapat diatasi dengan penyemprotan agens hayati, sedangkan penyakit yang kerap diwaspadai adalah cendawan, bakteri dan virus. Serangan penyakit ini akan menyebar dengan cepat jika tidak segera ditanggulangi dan manakala sudah parah maka dilakukan eradikasi (pemusnahan) agar tidak menyebar pada tanaman yang lain. Harga jual tomat termasuk fluktuatif, seperti yang dialami dari awal bulan Juli s.d Agustus 2013 harga tomat berkisar Rp. 8.000,- kemudian turun menjadi Rp 4.000,- per kilonya di lahan. Dari sekitar 300 batang tanaman tomat yang ada dilahan telah dipanen sekitar 200 kilo gram, dan dimungkinkan masih dapat dipanen lagi sekitar 150 kilo gram lagi.
Pada hari Minggu tanggal 18 Agustus 2013, lahan yang ditanami tomat dan terong ini didatangi putra-putri dari penyuluh pertanian yang bertugas di wilayah kabupaten Jombang. Mereka antusias untuk mengetahui dan memetik tomat yang telah ranum dan layak petik. Beberapa dari mereka mengajukan pertanyaan tentang tomat mana yang boleh dipetik dikala itu. Attaya dan Sabita putri dari pak Ismail dengan telaten mengambili tomat dan memasukkan keranjang sambil berceloteh menanyakan “mengapa tomat yang ini berlubang-lubang dan busuk, Ayah?”. Dengan jelas pak Ismail (Penyuluh Pertanian Kec. Gudo) menjelaskan bahwa tomat yang lubang dan busuk itu telah diserang dan dimakan oleh ulat buah. Setelah lelah memetik tomat dan merasa terlalu berat membawa keranjang hasil petikan anak-anak ini berteduh dan mendengarkan informasi yang diberikan oleh pak Agus tentang manfaat dan budidaya buah tomat.
Tomat memiliki nama latin Solanum Leucopersicum, adalah tanaman sayuran buah yang berwarna merah dengan rasa manis agak masam. Tomat ini mengandung vitamin A dan C dan sedikit vitamin B, pemanfaatannya dapat langsung dimakan, dipakai sayur atau di buat jus, bahkan jika mau dapat dipakai masker untuk menghaluskan wajah. Budidaya tomat mudah dilakukan, dimana pada awal tanam lahan dipersiapkan dalam bentuk guludan yang telah diberi pupuk bokashi dan ditutup mulsa plastik hitam perak. Untuk selanjutnya bibit tomat dengan harga yang berkisar Rp. 100,- s.d 150,- per batang bibit tanaman ditanam dan 7-10 hari kemudian dapat diberi pupuk NPK yang ditabur atau dikocor. Dalam jangka waktu 2 bulan sudah dapat dipetik hasilnya dan tanaman ini dapat bertahan hidup hingga 3-5 bulan.
Perawatan tomat cukup mudah, hanya saja perlu ketelatenan dalam pemberian ajir dan pengamatan terhadap serangan hama penyakit. Hama yang sering muncul adalah ulat dan cacing yang dapat diatasi dengan penyemprotan agens hayati, sedangkan penyakit yang kerap diwaspadai adalah cendawan, bakteri dan virus. Serangan penyakit ini akan menyebar dengan cepat jika tidak segera ditanggulangi dan manakala sudah parah maka dilakukan eradikasi (pemusnahan) agar tidak menyebar pada tanaman yang lain. Harga jual tomat termasuk fluktuatif, seperti yang dialami dari awal bulan Juli s.d Agustus 2013 harga tomat berkisar Rp. 8.000,- kemudian turun menjadi Rp 4.000,- per kilonya di lahan. Dari sekitar 300 batang tanaman tomat yang ada dilahan telah dipanen sekitar 200 kilo gram, dan dimungkinkan masih dapat dipanen lagi sekitar 150 kilo gram lagi.
macam-macam hama dan penyakit pada tomat
Pengendalian Hama dan Penyakit pada Tanaman Tomat. Tanaman tomat merupakan tanaman yang sangat rentan terserang oleh hama dan penyakit. Jika sudah terserang hama dan penyakit, maka produktivitas tanaman tomat akan menurun bahkan tanaman akan mengalami kematian. Hama dan penyakit pada tanaman tomat banyak macamnya dan masing-masing hanya bisa di kendalikan dengan perlakukan yang sesuai dengan jenisnya. Macam-macam Hama dan Penyakit tanaman tomat antara lain adalah:
MACAM-MACAM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TOMAT
1. Hama Tanaman Tomat
Secara garis besar, hama tanaman tomat di bedakan menjadi 4, yaitu: ulat, kutu, lalat dan cacing.
- Hama Ulat, meliputi:
- Ulat tanah (Agrotis ipsilon)
- Ulat Grayak (Spodoptera litura)
- Ulat Buah (Heliotis armigera)
- Hama Kutu, meliputi:
- Kutu daun (Myzus persiceae)
- Kutu Kebul (Bemisia tabaci)
- Ulat Buah (Heliotis armigera
- Hama Lalat Buah (Dacus dorsalis)
- Hama Nematoda (Meloidogyne incognita)
2. Penyakit Tanaman Tomat
Penyakit tanaman tomat biasanya di sebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Jenis-jenis penyakit tanaman tomat antara lain adalah:
- Rebah Semai (Pythium debarianum)
- Layu Bakteri (Pseudomonas sp)
- layu Fusarium (Fusarium oxysporum)
- Busuk Phytopthora (Phytopthora infestans)
- Bercak Bakteri (Xanthomonas vesicatoria)
- Bercak Daun Septoria (Septoria lycopersici)
- Lunak Bakteri (Erwinia carotovora)
- Virus (ToMV, PVX, TMV dan CMV)
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman tomat dapat di lakukan dengan menggunakan obat-obatan pertanian yang biasanya sudah tersedia di tokoh-tokoh pertanian. Jika jenis hama yang menyerang tanaman tomat adalah dari jenis kutu, ulat dan lalat serta penyakit tertentu maka dapat di kendalikan dengan menggunakan pestisida. Jika jenis hamanya banyak, maka pestisida yang digunakan harus secara bergantian dengan bahan aktif yang berbeda. Misal pestisida untuk ulat, lalu di ganti pestisida untuk kutu, dan seterusnya. Jika hama tanaman tomat dari jenis nematoda dan ulat tanah bisa di kendalikan dengan pemberian insektisida serbuk yang di pendam dalam tanah dengan dosis 1 g/batang.
Jika penyakit yang menyerang tanaman tomat di sebakan oleh fungi atau jamur dapat di kendalikan dengan pemberian fungisida. Kalau penyakitnya di sebabkan oleh bakteri dapat di berikan antibiotik. Tetapi jika penyakit di sebabkan oleh virus maka cara pengendaliannya belum di temukan. Kecuali di lakukan penangannan pencegahan seperti sanitasi lingkungan, kebersihan alat serta pemusnaan tanaman yang terserang virus agar tidak menular.
- See more at: http://kbunq.blogspot.com/2013/07/pengendalian-hama-dan-penyakit-pada.html#sthash.3Ihz3EhM.dpuf
Langganan:
Postingan (Atom)